Senin, 13 Agustus 2012

Operasi Rambut Gondrong

Kalau saja Bung Karno dapat dibangunkan kembali dari kuburnya, tentu ia akan risau bahkan gusar melihat moral anak bangsa sekarang. Cobalah liaht acara di televisi yang banyak mengumbar pornografi. Hal ini pun membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) manyatakan perang terhadap pornografi, yang dinilai makin marak di tayangan televis-televisi. "Pornografi sumber maksiat yang harus diperangi," demikian pernyataan MUI. Sedangkan DPR setuju untuk membahas RUU Antipornografi akibat kebebasan berekspresi yang kebablasan. Dalam kaitan ini DPR juga menuduh para penyanyi dangdut bebas menari dengan gerakan erotis. (Republika, 07/9-2003).

Banyak pihak mengatakan, televisi-televisi menyuguhkan tayangan demikian akibat persaingan yang ketat untuk merebut pemirsa. Sementara di sisi lain, pemodal berharap keuntungan besar segera datang. Moralitas bangsa pun diabaikan. Sebetulnya di kalangan artis sendiri masih banyak yang ingin memelihara moralitasnya. Tapi mereka menjadi terpaksa muncul di televisi dengan busana minim, karena khawatir ditolak tampil di televisi. Padahal selama bertahun-tahun, Bung Karno dikenal paling gigih mengecam segala bentuk busana yang mengobral aurat. Dia juga tidak suka musik dan lagu-lagu ngak-ngik-ngok alias lagu yang musik dan syairnyamerangsang maksiat. Sampai-sampai gerakan menjaga moral hang dicanangkan oleh Bung Karno ini dinilai sangat berlebihan hingga dianggap memasung kreasi para seniman.

Dalam sebuah kesempatan Bung Karno pernah berkata, "Kita berjuang untuk membangun national dignity (harga diri nasional)." Untuk itu, menurut pendapatnya tidak ada yang lebih menawan selain kepribadian nasional dalam bidang kebudayaan. "Bukan saja bumi dan alam kita kaya raya, juga kebudayaan kita, keesusteraan kita, seni tari kita, semuanya kaya raya. Sayangnya kita bukan membubung tinggi kebudayaan nasional yang kita bangga-banggakan, tetapi kita tergila-gila pada rock and roll, geger ributnya swing, mamborock, dan banjirnya literatur komik picisan tidka bermutu," ujarnya berapi-api. Pada masa Bung Karno belum nongol tabloid dan majalah porno yang kini dijual sangat bebas dan terpancang di kios dan toko-toko.
Ketika Bung Karno mengumandangkan seruan "berkepribadian di bidang kebudayaan' juga 'berdaulat di bidang politik dan berdikari di bidang ekonomi', grup musik The Beattle sedang jaya-jayanya. Para pemuda kemudian memelihara rambut gondrong seperti John Lenon dan kawan-kawannya. Fenomena rambut gondrong ini membuat Bung Karno berang. "Apabila ada pemuda berambut gondrong, saya perintahkan agar mereka diplontos," tegas Bung Karno.
Pokoknya kala itu, boleh dikata tidak ada kaum ibu dan gadis yang berani keluar rumah atau pergi pesiar berpakaian "you can see" (yang memperlihatkan ketiak ) atau berambut sasak yang mumbul ke atas. Karena bisa-bisa mereka akan diteriaki, 'ganyang you can see', atau 'ganyang sasak'. Sedangkan para pemuda berambut gondrong, atau bercelana cekak (semacam jengki), akan menghadapi resiko terkena razia yang dilancarkan aparat keamanan. Di jalan-jalan sering diadakan razia baik dari aparat kepolisian maupun Corps Polisi Militer (CPM). Dalam razia ini aparat keamanan membawa botol  bir dan gunting. Bila ditemukan pemuda bercelana ketat maka diujung celana orang tersebut dimasukkan botol bir. Bila botol tidak dapat masuk, maka celananya digunting.

Sementara yang menjadi korban guntingan sangat sedih, orang banyak yang menyaksikan tertawa-tawa. Yang lebih celaka, bila rambut gondrong tertangkap operasi. Di situ juga rambutnya digunting aparat keamanan. Hingga buru-buru si Mamat ngeloyor mencari tukang cukur, karena rambutnya harus digunduli. Maklum setelah digunting aparat, rambutnya jadi pitak, persis seperti orang sakit koreng.




sumber: Saudagar Baghdad dari Betawi, Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Drop the text here and
Do not copy without permission by Arza-mee'

Protected by Copyscape Online Plagiarism Tool
Protected by Copyscape Online Plagiarism Toolion-contents>